23 Jun 2013

Yadnya, Ikhlas dan Gengsi

Hiruk pikuk masyarakat Hindu ketika hari raya merupakan pemandangan yang biasa di Bali. Sudah merupakan hal biasa pula, saya mendengar obrolan ibu-ibu tentang besarnya biaya yang habis untuk membuat sodan atau gebogan hingga sampai berhutang. Hal ini pasti akan menimbulkan pertanyaan “Apakah Tuhan kita lapar apabila tidak diberi persembahan? Apakah harus membuat gebogan sedemikian mahalnya?
 
Pernah saya tanyakan hal seperti ini kepada bapak saya, jawaban yang saya peroleh pun kurang memuaskan. Ya! Jawabannya nak mule keto (memang seperti itu) atau sudah menjadi gengsi ibu-ibu nak!
Apakah harus sampai berhutang untuk mempertahankan gengsi? Apakah harus beradu gengsi dengan menggunakan kebaya jutaan rupiah ke Pura? Bukankah hal ini akan mengurangi ketulusan hati dalam beryadnya?
Bukankah dalam Bhagavad Gita 9.26 Tuhan Yang Maha Esa bersabda:

patraḿ puṣpaḿ phalaḿ toyaḿ
yo me bhaktyā prayacchati
tad ahaḿ bhakty-upahṛtam
aśnāmi prayatātmanaḥ.

“Kalau seseorang mempersembahkan daun, bunga, buah atau air dengan cinta bhakti, Aku akan menerimanya”.

Dari sloka ini dapat diartikan bahwa Tuhan tidak pernah meminta persembahan mewah atau mahal sehingga memberatkan umatnya. Meskipun Beliau mengatakan persembahan patraḿ puṣpaḿ phalaḿ toyam (daun, bunga, buah atau air), namun yang terpenting dari itu semuanya adalah “bhakty-upahṛtam, persembahan bhakti atau ketulusikhlasan dan rasa syukur atas segala kelebihan yang diberikanNya. Jadi buat apalah kita membuat persembahan mewah dan mahal hingga jutaan rupiah, tetapi berhutang. Bukankah lebih baik membuat persembahan sederhana yang dilandasi rasa bhakti yang tulus, yang sudah tentu akan diterima oleh Tuhan Yang Maha Esa. 


0 comments:

Post a Comment

 
;